Trump Ancam Taliban Untuk Serahkan Pangkalan Bagram. Dalam perkembangan terbaru yang menggetarkan dinamika geopolitik Asia Tengah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru saja mengeluarkan pernyataan tegas yang menargetkan pemerintahan Taliban di Afghanistan. Pada akhir pekan ini, Trump memposting di platform Truth Social-nya, menyatakan bahwa jika Afghanistan tidak mengembalikan Pangkalan Udara Bagram kepada Amerika Serikat, maka “hal-hal buruk akan terjadi!!!” Ancaman ini muncul hanya sehari setelah pejabat Taliban menolak keras usulan Trump untuk merebut kembali fasilitas strategis tersebut. Bagram, yang pernah menjadi markas utama pasukan AS selama dua dekade perang melawan Taliban, kini menjadi pusat perdebatan panas yang melibatkan isu keamanan nasional, pengaruh China, dan sisa-sisa penarikan pasukan AS pada 2021. Pernyataan Trump ini bukan sekadar kata-kata; ia menandakan upaya serius pemerintahan AS untuk merebut kembali aset militer yang ditinggalkan, di tengah negosiasi yang sedang berlangsung mengenai tahanan AS di Afghanistan. Situasi ini mengingatkan pada ketegangan masa lalu, tapi dengan nuansa baru di era Trump kedua yang lebih asertif terhadap rival global. BERITA BASKET
Kenapa Trump Inginkan Pangkalan Bagram: Trump Ancam Taliban Untuk Serahkan Pangkalan Bagram
Alasan utama di balik keinginan Trump merebut kembali Bagram jelas: posisi strategisnya yang tak tertandingi. Pangkalan ini, terletak sekitar 64 kilometer utara Kabul, dibangun oleh Uni Soviet pada 1950-an dan menjadi pusat operasi AS sejak invasi pasca-9/11 pada 2001. Saat puncaknya sekitar 2012, Bagram menampung lebih dari 100.000 personel AS dan NATO, lengkap dengan landasan pacu sepanjang 3.597 meter yang mampu menangani pesawat pembom dan kargo raksasa. Trump sering mengkritik penarikan pasukan di bawah Joe Biden sebagai “bencana total”, yang meninggalkan basis ini “untuk apa-apa” kepada Taliban yang merebutnya setelah jatuhnya pemerintah Kabul pada Agustus 2021.
Namun, motif Trump melampaui nostalgia perang Afghanistan. Ia berulang kali menekankan kedekatan Bagram dengan fasilitas nuklir China—hanya satu jam penerbangan dari wilayah Xinjiang. Dalam konferensi pers di Inggris pekan lalu, Trump menyatakan bahwa basis ini penting bukan untuk Afghanistan, tapi untuk mengawasi China. Meski Taliban membantah klaim bahwa China telah mendirikan kehadiran di sana, investigasi satelit menunjukkan aktivitas rendah sejak 2021, tapi Trump yakin basis ini bisa menjadi aset kunci dalam strategi Indo-Pasifik AS. Selain itu, Trump melihat pengembalian Bagram sebagai simbol kekuatan: AS membangunnya, membiayainya, dan seharusnya mengendalikannya kembali. Ini sejalan dengan pola Trump yang lebih luas, seperti keinginannya merebut kembali Terusan Panama atau Greenland, di mana ia memandang aset global sebagai milik AS. Bagi Trump, Bagram bukan hanya bandara militer; ia adalah alat untuk menjaga superioritas AS di kawasan yang semakin kompetitif.
Ancaman Apa yang Diberikan Trump Untuk Taliban
Trump tidak main-main dengan kata-katanya. Postingan Truth Social-nya pada Sabtu malam menggunakan huruf kapital dan tanda seru berulang, menekankan: “Jika Afghanistan tidak mengembalikan Pangkalan Udara Bagram kepada yang membangunnya, Amerika Serikat, HAL-HAL BURUK AKAN TERJADI!!!” Ancaman ini samar-samar, tapi Trump menolak menutup kemungkinan intervensi militer saat ditanya wartawan. Ia menyiratkan bahwa Taliban “membutuhkan sesuatu dari kami”, mungkin merujuk pada bantuan ekonomi, pengakuan internasional, atau negosiasi pembebasan tahanan AS yang sedang dibahas dalam pertemuan terbaru dengan Menteri Luar Negeri Taliban.
Dalam wawancara sebelumnya, Trump mengatakan pemerintahannya “sedang berusaha” mendapatkan basis itu “segera”, dan jika gagal, “kalian akan tahu apa yang akan saya lakukan.” Ini bisa mencakup sanksi ekonomi lebih ketat terhadap Afghanistan yang sudah terisolasi, pemotongan bantuan kemanusiaan, atau bahkan operasi militer terbatas untuk merebutnya kembali—meski pejabat AS saat ini memperingatkan bahwa itu berisiko seperti “re-invasi”, membutuhkan lebih dari 10.000 pasukan dan pertahanan udara canggih melawan ancaman ISIS dan Al-Qaeda. Trump juga mengaitkannya dengan kesepakatan Doha 2020 yang ia tandatangani, yang menjanjikan AS tidak akan mengancam integritas teritorial Afghanistan, tapi ia membalikkan narasi itu dengan menyalahkan Taliban atas pelanggaran. Ancaman ini, meski vagal, dirancang untuk menekan Taliban yang bergantung pada hubungan dengan AS untuk keluar dari isolasi geopolitik akibat pelanggaran hak asasi manusia.
Apakah Taliban Akan Menyerahkan Pangkalan Tersebut
Prospek Taliban menyerahkan Bagram tampak tipis, berdasarkan respons cepat mereka. Zabihullah Mujahid, juru bicara utama Taliban, langsung menolak usulan Trump, mengingatkan pada Perjanjian Doha yang melarang AS campur tangan dalam urusan internal Afghanistan. Zakir Jalal dari Kementerian Luar Negeri Taliban menyebut ide kehadiran militer AS “sepenuhnya ditolak”, meski mereka terbuka untuk dialog guna memperbaiki hubungan bilateral. Taliban merayakan Bagram sebagai trofi perang mereka, menggelar parade militer di sana pada ulang tahun ketiga pengambilalihan pada 2024, memamerkan peralatan AS yang ditinggalkan.
Meski demikian, ada celah kecil. Taliban menghadapi krisis ekonomi parah dan isolasi internasional, membuat mereka rentan terhadap tekanan AS. Pertemuan baru-baru ini dengan pejabat AS fokus pada tahanan, menunjukkan ruang negosiasi. Namun, menyerahkan Bagram berarti mengakui kelemahan, yang bertentangan dengan narasi kemenangan mereka. Analis memprediksi Taliban akan bertahan, mungkin menawarkan akses terbatas atau kerjasama ekonomi sebagai ganti, tapi pengembalian penuh tampak tidak mungkin tanpa konsesi besar dari AS. Situasi ini bisa memicu eskalasi jika Trump mendorong lebih jauh.
Kesimpulan: Trump Ancam Taliban Untuk Serahkan Pangkalan Bagram
Ancaman Trump terhadap Taliban atas Bagram menyoroti ambisi geopolitik AS yang tak kenal lelah di bawah kepemimpinannya. Basis ini bukan hanya warisan perang, tapi simbol kekuasaan yang bisa mengubah keseimbangan di Asia Tengah. Sementara Trump mendorong dengan ancaman “hal-hal buruk”, Taliban tetap teguh menolak, meninggalkan ruang untuk diplomasi tegang atau konfrontasi. Apa pun jalannya, isu ini akan menguji komitmen AS terhadap rival seperti China dan kemampuan Trump mewujudkan retorika menjadi aksi nyata. Di tengah dunia yang semakin terpecah, Bagram bisa menjadi titik panas baru yang menentukan arah hubungan AS-Afghanistan ke depan.