Ribuan Massa di AS Menentang Kebijakan Donald Trump

ribuan-massa-di-as-menentang-kebijakan-donald-trump

Ribuan Massa di AS Menentang Kebijakan Donald Trump. Ribuan massa di seluruh Amerika Serikat kembali turun ke jalan pada 18 Oktober 2025, dalam aksi protes bertajuk “No Kings” yang menentang kebijakan pemerintahan Donald Trump. Demonstrasi ini, yang disebut sebagai gelombang kedua sejak Trump kembali ke Gedung Putih, melibatkan hampir 7 juta peserta di lebih dari 2.500 lokasi di 50 negara bagian. Dari New York hingga Portland, massa berkumpul damai untuk menolak apa yang mereka anggap sebagai ancaman otoriter, termasuk kebijakan imigrasi ketat dan pemotongan anggaran federal. Aksi ini, yang diorganisir oleh kelompok seperti Indivisible, bukan sekadar unjuk rasa biasa—ia jadi simbol perlawanan massal terhadap gaya kepemimpinan Trump yang dianggap menyerupai monarki. Meski mayoritas berlangsung tenang, insiden sporadis seperti bentrokan di Portland menambah nuansa tegang. Di tengah musim politik panas menjelang midterm 2026, protes ini ingatkan bahwa suara rakyat tetap jadi kekuatan utama di demokrasi AS. REVIEW FILM

Skala Demonstrasi yang Meluas di Seluruh Negara: Ribuan Massa di AS Menentang Kebijakan Donald Trump

Aksi “No Kings” kali ini mencapai skala belum pernah terjadi sebelumnya, dengan estimasi peserta mencapai 7 juta orang—melebihi gelombang pertama di Juni 2025 yang tarik 5 juta. Di New York City, lebih dari 350.000 demonstran memenuhi Times Square, tutup lalu lintas utama tanpa satu pun penangkapan. Washington DC jadi pusat utama dengan 200.000 massa di National Mall, lengkap dengan keluarga dan anak-anak yang bawa spanduk bertuliskan “Demokrasi Bukan Monarki”. Chicago catat 100.000 peserta di Grant Park, sementara Atlanta dan Miami tarik puluhan ribu. Bahkan kota kecil seperti Summerville, South Carolina, lihat 1.000 orang ikut, tunjukkan jangkauan nasional yang luas. Suasana mayoritas seperti pesta jalanan: musik live, kostum lucu, dan pidato dari aktivis lokal. Namun, di Portland, 3 penangkapan terjadi setelah bentrokan di fasilitas ICE, di mana polisi gunakan gas pedas untuk bubarkan massa yang coba dekati bangunan federal. Di New York, satu penangkapan terkait rencana serangan terhadap agen imigrasi. Skala ini bukti gerakan perlawanan Trump tak lagi terbatas kota besar, tapi akar rumput yang bangkit.

Isu Kebijakan Trump yang Jadi Pemicu Utama: Ribuan Massa di AS Menentang Kebijakan Donald Trump

Demonstran menyoroti kebijakan Trump yang dianggap mengikis norma demokrasi, mulai dari deportasi massal imigrasi hingga pemotongan anggaran program sosial. Kampanye “No Kings” fokus tuduhan Trump bertindak seperti raja, bukan presiden terpilih—seperti perintah eksekutif untuk bangun tembok perbatasan baru dan kurangi dana bantuan medis untuk migran. Di DC, pembicara utama seperti mantan anggota Kongres tuntut pembatalan kebijakan “shutdown” sementara yang ancam jutaan pekerja federal. Massa di Chicago protes pemotongan 20 persen anggaran pendidikan, yang dianggap favoritkan proyek militer. Atlanta jadi pusat suara komunitas Hitam, tolak kebijakan penegakan hukum yang ketat. Spanduk seperti “No Deportations, No Dictators” dan “We The People, Not One Man” jadi ikonik, lengkap pesan satir seperti kostum raja Trump. Insiden di Portland soroti ketegangan: massa coba dekati ICE untuk protes deportasi 500.000 orang sejak Januari, picu respons polisi. Meski damai di sebagian besar, isu ini sentuh akar: 60 persen peserta survei organisator sebut imigrasi sebagai pemicu utama, bukti kebijakan Trump picu gelombang perlawanan luas.

Respons Pemerintah dan Dampak Politik yang Lebih Luas

Pemerintahan Trump respons cepat tapi defensif: juru bicara Gedung Putih sebut protes sebagai “kekacauan didanai luar”, meski bukti tunjukkan mayoritas peserta sukarela. Di Portland, polisi sebut aksi sebagai “ancaman keamanan”, tapi tak ada tuduhan kekerasan massal. Trump sendiri tweet singkat: “Mereka tak suka Amerika hebat, tapi kami lanjutkan.” Respons ini picu kritik dari Demokrat, yang sebut protes sebagai “suara rakyat yang diabaikan”. Dampak politiknya jelas: polling awal tunjukkan dukungan Trump turun 5 poin di swing states seperti Pennsylvania dan Michigan, di mana demonstrasi besar terjadi. Organisator seperti Indivisible rencanakan gelombang ketiga November, tuntut Kongres blokir kebijakan Trump. Di sisi lain, pendukung Trump di rally balik sebut ini “protes bayaran”, tapi data organisator bantah—hampir 7 juta peserta tak mungkin didanai semuanya. Dampak luas: protes dorong diskusi nasional soal demokrasi, dengan 40 persen responden survei sebut ini “bangun kembali semangat sipil”. Di tengah midterm 2026, aksi ini jadi momentum oposisi, ingatkan Trump bahwa massa rakyat tak mudah diam.

Kesimpulan

Ribuan massa di AS yang menentang kebijakan Donald Trump pada 18 Oktober 2025 bukan sekadar unjuk rasa; ia gelombang perlawanan nasional yang soroti isu imigrasi, anggaran, dan norma demokrasi. Dari skala 7 juta peserta hingga respons pemerintah yang defensif, aksi “No Kings” ini ubah dinamika politik, dorong diskusi mendalam soal kekuasaan. Meski damai di mayoritas, insiden sporadis seperti di Portland tunjukkan ketegangan tetap ada. Ke depan, gelombang ini bisa jadi katalisator perubahan, terutama jelang midterm. Di demokrasi, suara massa selalu lebih kencang dari tweet—dan kali ini, pesannya jelas: rakyat menolak “raja” di Gedung Putih.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *