Bandara Denmark Kembali Ditutup Usai Adanya Drone Asing. Bandara-bandara utama di Denmark kembali mengalami gangguan serius akibat penampakan drone tak dikenal yang dicurigai berasal dari pihak asing. Pada 25 September 2025, Bandara Aalborg di utara negeri itu terpaksa ditutup selama tiga jam setelah beberapa drone tidak berwenang terlihat melintas di wilayah udaranya. Ini bukan insiden pertama; hanya dua hari sebelumnya, Bandara Kopenhagen, pusat penerbangan terbesar Denmark, lumpuh selama empat jam karena drone serupa yang membuat ratusan penerbangan tertunda atau dibatalkan. Dampaknya langsung terasa: ribuan penumpang terlantar, maskapai rugi jutaan euro, dan kekhawatiran keamanan nasional melonjak. BERITA BOLA
Insiden ini bagian dari pola gangguan yang lebih luas di Eropa, termasuk penutupan Bandara Oslo di Norwegia pada hari yang sama dengan Kopenhagen. Pemerintah Denmark menyebutnya sebagai “serangan hybrid” paling parah terhadap infrastruktur kritis mereka sejauh ini. Perdana Menteri Mette Frederiksen tidak segan menyebutnya ancaman serius, meski belum ada bukti kuat yang menunjuk pelaku pasti. Drone-drone itu digambarkan sebagai perangkat canggih, kemungkinan diluncurkan dari kapal di jalur pelayaran Baltik yang sibuk dekat bandara. Situasi ini memicu diskusi mendesak tentang kerentanan wilayah udara NATO di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat.
Apakah Drone Tersebut Dapat Mengancam Banyak Nyawa Denmark: Bandara Denmark Kembali Ditutup Usai Adanya Drone Asing
Drone tak dikenal ini memang menimbulkan kekhawatiran besar, tapi sejauh ini belum ada bukti bahwa mereka dirancang untuk membahayakan nyawa secara langsung. Drone-drone tersebut berukuran besar, mampu terbang rendah dan lama, tapi pengamatan awal menunjukkan tidak ada muatan peledak atau senjata. Fokus utamanya tampaknya mengganggu operasi bandara, seperti mendekati landasan pacu dan menimbulkan risiko tabrakan dengan pesawat komersial atau militer. Bayangkan saja: di Aalborg, yang juga basis jet tempur F-16 dan F-35, drone bisa memaksa pesawat militer mendarat darurat atau bahkan memicu insiden di udara.
Potensi ancamannya lebih ke arah tidak langsung. Penutupan bandara berarti pesawat terpaksa mendarat di lokasi alternatif, meningkatkan kemacetan lalu lintas udara dan risiko kesalahan manusia. Di Kopenhagen, misalnya, puluhan penerbangan internasional terganggu, memengaruhi penumpang dari Jerman, Inggris, dan Amerika. Jika drone ini bagian dari operasi asing—seperti yang dicurigai terkait Rusia—mereka bisa menjadi alat untuk menguji pertahanan, menciptakan kepanikan, dan melemahkan kepercayaan publik. Menteri Pertahanan Troels Lund Poulsen menyebutnya sebagai upaya “profesional” untuk menimbulkan ketakutan, bukan pembunuhan massal.
Namun, jangan anggap remeh. Di era perang hybrid, drone seperti ini bisa berevolusi cepat. Polandia baru saja menembak jatuh drone Rusia yang melintasi perbatasannya, dan Denmark sendiri baru mengumumkan rencana beli senjata presisi jarak jauh. Jika drone ini membawa perangkat pengintai atau jamming sinyal, dampaknya bisa meluas ke rantai pasok medis atau evakuasi darurat. Untuk saat ini, ancaman nyawa masih rendah, tapi pemerintah tetap waspada karena satu kesalahan kecil di bandara ramai bisa berujung tragedi.
Bagaimana Langkah Pemerintah Untuk Mengatasi Drone Tersebut
Pemerintah Denmark bergerak cepat untuk meredam ancaman ini, dengan koordinasi ketat antara polisi nasional, militer, dan sekutu NATO. Langkah pertama adalah peningkatan pengawasan: polisi menambah personel di semua bandara dan infrastruktur kritis, termasuk pangkalan Skrydstrup yang juga terdampak. Mereka menggunakan radar canggih, kamera termal, dan helikopter untuk melacak drone, meski sulit karena perangkat ini sering terbang di bawah radar konvensional.
Selanjutnya, Denmark melaporkan insiden ke NATO dan Uni Eropa, memicu konsultasi darurat di bawah Artikel 4—mekanisme langka untuk bahas ancaman keamanan. Menteri Kehakiman Peter Hummelgaard mengumumkan rencana undang-undang baru yang izinkan bandara menembak jatuh drone pelanggar. Ini termasuk akuisisi teknologi netralisasi drone, seperti jammer sinyal atau laser anti-drone, yang akan ditempatkan di bandara utama dalam waktu dekat. Kolaborasi dengan Norwegia juga intensif, karena pola insiden mirip, meski belum ada tautan pasti.
Pada tingkat nasional, anggaran militer dinaikkan untuk atasi kekurangan akut, termasuk produksi bahan bakar misil Ukraina di dekat Skrydstrup—yang mungkin jadi pemicu. Polisi juga buka hotline 114 untuk laporan warga, dan investigasi hipotesis peluncuran dari kapal sedang digarap. Pendekatan ini holistik: tidak hanya reaktif, tapi proaktif untuk cegah eskalasi. Hasilnya? Bandara Aalborg dan Billund sudah dibuka kembali, tapi kewaspadaan tetap tinggi.
Ada Berapa Total Drone Yang Berkeliaran Disekitar Bandara Denmark
Total drone yang terdeteksi sejak insiden Kopenhagen mencapai puluhan, meski angka pasti sulit dipastikan karena sifatnya yang dinamis. Di Kopenhagen pada 22 September, polisi catat beberapa drone besar terbang selama empat jam, setidaknya tiga hingga lima unit yang terlihat jelas. Laporan warga nasional sejak itu melebihi 20 penampakan tambahan di sekitar bandara dan fasilitas militer.
Pada 25 September, Aalborg tutup karena beberapa drone tak berwenang—diperkirakan empat hingga enam—yang mengikuti pola sama: terbang rendah, menghindari deteksi, dan lenyap cepat. Bandara Billund tutup satu jam setelah laporan tak terverifikasi tentang dua drone. Selain itu, penampakan di Esbjerg, Sonderborg, dan atas pangkalan Holstebro menambah enam hingga delapan unit lagi. Total kumulatif? Sekitar 25-35 drone sejak awal minggu, dengan kemungkinan lebih karena banyak yang tak terlacak.
Angka ini naik drastis dibanding insiden sebelumnya di Eropa, seperti di Frankfurt tahun lalu yang hanya selusin. Polisi Denmark bilang drone ini beroperasi secara terkoordinasi, mungkin dari tim yang sama, tapi detail teknis seperti model atau asal masih diselidiki. Yang jelas, jumlahnya cukup untuk lumpuhkan operasi, tapi tidak sampai membanjiri pertahanan.
Kesimpulan: Bandara Denmark Kembali Ditutup Usai Adanya Drone Asing
Insiden drone asing di bandara Denmark jadi pengingat pahit betapa rapuhnya infrastruktur modern di tengah ancaman hybrid. Dari penutupan Kopenhagen hingga Aalborg, ini bukan sekadar gangguan teknis, tapi sinyal peringatan geopolitik yang tak bisa diabaikan. Pemerintah telah ambil langkah tegas—dari pengawasan ekstra hingga rencana netralisasi—tapi tantangan tetap ada, terutama dengan total drone yang mencapai puluhan dan potensi ancaman yang mengintai.
Denmark, sebagai anggota NATO, tak sendirian; dukungan sekutu akan perkuat pertahanan. Bagi masyarakat, ini saatnya sadar bahwa keamanan udara bukan urusan elite saja, tapi tanggung jawab bersama. Dengan respons cepat seperti sekarang, Denmark bisa ubah ancaman ini jadi peluang perbaiki sistem. Semoga insiden ini berakhir sebagai catatan hitam, bukan awal babak baru konflik. Ke depan, langit Denmark harus tetap aman untuk semua.