Pengangguran di China Membludak

pengangguran-di-china-membludak

Pengangguran di China Membludak. China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, menghadapi tantangan serius dengan lonjakan pengangguran, terutama di kalangan pemuda dan lulusan perguruan tinggi. Data terbaru menunjukkan tingkat pengangguran kaum muda berusia 16-24 tahun mencapai 14,9% pada Mei 2025, meski turun dari puncak 16,9% pada Februari. Dengan 12,2 juta lulusan universitas memasuki pasar kerja musim panas ini, tekanan pada pasar tenaga kerja semakin meningkat. Faktor seperti perlambatan ekonomi, perang dagang dengan Amerika Serikat, dan penurunan permintaan domestik memperparah situasi. Artikel ini akan mengulas penyebab krisis pengangguran, dampaknya bagi masyarakat, upaya pemerintah, dan prospek ke depan. BERITA BOLA

Penyebab Krisis Pengangguran

Krisis pengangguran di China dipicu oleh beberapa faktor struktural dan eksternal. Pertama, perlambatan ekonomi akibat krisis properti yang berkepanjangan telah menghapus banyak lapangan kerja, terutama di sektor konstruksi dan real estat. Menurut laporan, harga properti di 100 kota besar turun 13% dari Juni 2023 hingga Juni 2025, mengurangi kepercayaan konsumen dan daya beli. Kedua, perang dagang dengan AS, yang mencakup tarif baru sebesar 34% pada barang AS mulai April 2025, telah memukul sektor manufaktur, menyebabkan penutupan banyak pabrik. Ketiga, persaingan ketat di pasar kerja diperburuk oleh jumlah lulusan universitas yang mencapai rekor 12,2 juta, sementara hanya 15-20% di antaranya berhasil mendapatkan pekerjaan. Sektor teknologi dan pendidikan daring, yang dulu menjadi penyerap tenaga kerja besar, juga terpukul oleh regulasi ketat pemerintah sejak 2021.

Dampak pada Masyarakat

Lonjakan pengangguran telah menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Banyak pemuda yang putus asa mencari pekerjaan telah beralih ke solusi tidak konvensional, seperti menyewa “kantor pura-pura” seharga 30 yuan (sekitar $4) per hari untuk menyembunyikan status pengangguran mereka dari keluarga. Fenomena lain adalah munculnya profesi “cucu penuh waktu,” di mana anak muda kembali ke kampung halaman untuk merawat kakek-nenek dengan imbalan uang pensiun, dengan beberapa mendapatkan hingga 15 juta rupiah per bulan. Tekanan mental juga meningkat, dengan laporan tentang kenaikan serangan acak di kota-kota besar sebagai tanda frustrasi sosial. Selain itu, konsumsi rumah tangga menurun karena ketidakpastian ekonomi, dengan inflasi konsumen mendekati nol dan harga produsen turun 2,5% pada Maret 2025, mengindikasikan risiko deflasi.

Upaya Pemerintah

Pemerintah China telah meluncurkan sejumlah kebijakan untuk menstabilkan pasar kerja. Pada Juli 2025, Dewan Negara mengumumkan subsidi asuransi sosial yang diperluas, dengan tingkat pengembalian asuransi pengangguran untuk perusahaan kecil meningkat menjadi 90% dari 60%, dan untuk perusahaan besar menjadi 50% dari 30%. Selain itu, perusahaan yang mempekerjakan pemuda berusia 16-24 tahun dengan kontrak minimal tiga bulan berhak atas subsidi sekali bayar hingga 1.500 yuan ($209) per orang. Pemerintah juga mendorong pendidikan vokasi dengan melonggarkan batasan usia untuk pendaftaran di sekolah teknik. Namun, para ahli seperti Christopher Beddor dari Gavekal Dragonomics berpendapat bahwa insentif jangka pendek ini tidak cukup untuk mengatasi krisis pengangguran yang kompleks, terutama tanpa dorongan besar untuk konsumsi rumah tangga.

Respons Penggemar dan Media: Pengangguran di China Membludak

Media internasional seperti Reuters dan South China Morning Post menyoroti tekanan besar pada pasar kerja China, dengan fokus pada pengangguran pemuda yang tetap tinggi meski turun menjadi 14,9% pada Mei 2025. Di media sosial, banyak warga China menyuarakan kekhawatiran tentang minimnya lapangan kerja berkualitas, dengan beberapa menyebutkan bahwa lulusan universitas terpaksa menjadi pengemudi ojek daring atau pekerja lepas. Media lokal seperti Caixin melaporkan bahwa lebih dari setengah perusahaan terbuka di China memotong jumlah karyawan pada 2024, mencerminkan pesimisme terhadap prospek ekonomi jangka panjang. Namun, ada juga optimisme dari pejabat seperti Zhou Haibing dari Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, yang menyatakan bahwa 12 juta pekerjaan baru telah diciptakan setiap tahun sejak 2021.

Prospek ke Depan: Pengangguran di China Membludak

Tantangan pengangguran di China diperkirakan akan berlanjut, terutama dengan ancaman tarif AS yang lebih ketat dan perlambatan ekonomi global. Tanpa stimulus besar untuk meningkatkan konsumsi domestik dan menstabilkan sektor properti, pemulihan pasar kerja akan sulit. Sementara sektor seperti mobil listrik dan peralatan industri masih menciptakan lapangan kerja, pertumbuhan ini tidak cukup untuk menyerap jutaan lulusan baru. Pemerintah perlu berfokus pada reformasi jangka panjang, seperti meningkatkan konsumsi rumah tangga yang hanya menyumbang 38% dari PDB pada 2020, jauh lebih rendah dibandingkan negara maju. Bagi pemuda China, adaptasi melalui pelatihan keterampilan baru dan kewirausahaan mungkin menjadi kunci untuk menghadapi pasar kerja yang semakin kompetitif.

Kesimpulan: Pengangguran di China Membludak

Krisis pengangguran yang membludak di China mencerminkan tantangan ekonomi yang kompleks, dari perlambatan properti hingga dampak perang dagang. Dengan tingkat pengangguran pemuda yang tinggi dan jutaan lulusan baru yang kesulitan menemukan pekerjaan, tekanan sosial dan ekonomi semakin meningkat. Meski pemerintah telah meluncurkan insentif seperti subsidi dan pelatihan vokasi, solusi jangka pendek ini belum cukup untuk mengatasi akar masalah. Dengan prospek ekonomi yang tidak menentu, China perlu reformasi besar untuk mengembalikan stabilitas pasar kerja dan mencegah dampak sosial yang lebih luas.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *