MUI Kecam Video AI “hari Pertama di Neraka”. Sebuah kontroversi besar melanda media sosial di Indonesia dan Malaysia pada awal Juni 2025, dipicu oleh video buatan kecerdasan buatan (AI) berjudul “Hari Pertama di Neraka”. Video ini menggambarkan neraka dengan narasi jenaka, menampilkan karakter yang seolah-olah bersenang-senang di tengah kobaran api dan lava. Konten ini menuai kecaman keras dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama, dan warganet, yang menganggapnya menodai nilai-nilai keagamaan dan merendahkan akidah Islam. Hingga 8 Juni 2025, kasus ini memicu diskusi luas tentang etika penggunaan teknologi AI dalam menggambarkan isu sensitif seperti akhirat. Artikel ini mengulas kecaman MUI, isi video, reaksi masyarakat, dan implikasi hukum serta sosial dari kontroversi ini. BERITA BOLA
Isi dan Narasi Video Kontroversial: MUI Kecam Video AI “hari Pertama di Neraka”
Video berdurasi singkat, mulai dari 9 hingga 41 detik, menampilkan suasana neraka dengan visual api menyala dan kolam lava, diduga dibuat menggunakan teknologi AI terbaru dari Google, Veo. Dalam salah satu adegan, seorang karakter berkata, “Hari pertama di neraka guys, bareng temen lama, ternyata masuk neraka juga,” disambut tawa dan teriakan kompak. Video lain menyebut kolam lava sebagai “kolam rebus dosa” dengan suhu “3.000 derajat, anget-anget kuku,” sembari mengajak penonton yang masih berbuat dosa untuk “bertemu di neraka.” Narasi jenaka ini, yang menggunakan bahasa Indonesia dan Sunda, menggambarkan neraka sebagai tempat santai, kontras dengan ajaran Islam yang menegaskan neraka sebagai tempat azab yang mengerikan.
Kecaman MUI dan Tokoh Agama
Ketua MUI Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan, Utang Ranuwijaya, mengecam video ini sebagai perbuatan yang menyesatkan dan menodai agama. Ia menyebut penggambaran neraka dalam video tersebut mendangkalkan akidah Islam, karena menyederhanakan api neraka yang dalam Al-Qur’an dan hadis digambarkan 70 kali lebih panas dari api dunia. Utang mengutip hadis qudsi, “Maa laa ‘ainun ra-at walaa udzunun sami’at walas khathara ‘ala qalbi basyarin,” menegaskan bahwa neraka adalah sesuatu yang gaib, tak dapat dibayangkan manusia. Ia meminta pembuat video diproses hukum berdasarkan aturan penodaan agama dan mengimbau umat Islam menghindari konten ini, yang dinilai merusak keimanan, terutama generasi muda. Tokoh agama Malaysia, Azhar Idrus, bahkan menyebut perbuatan ini bisa membuat pelaku murtad jika beragama Islam, dengan hukuman tidak boleh dikubur di pemakaman Muslim.
Reaksi Warganet dan Publik
Warganet di platform seperti TikTok, Instagram, dan X bereaksi dengan kemarahan dan kekecewaan. Seorang pengguna TikTok menulis, “Di neraka boro-boro pegang HP, mau taubat pun sudah nggak bisa,” menyoroti ketidaksesuaian konten dengan ajaran Islam. Pengusaha Okta Wirawan, yang sedang berhaji, mengingatkan bahwa sahabat Nabi pingsan hanya karena mendengar ayat tentang neraka, kontras dengan sikap santai dalam video. Komentar lain menyebut konten ini sebagai tanda “hati yang keras” dan “pelecehan terhadap azab Allah.” Reaksi ini mencerminkan sensitivitas masyarakat terhadap isu akidah dan akhirat, yang dianggap suci dan tidak boleh dijadikan bahan candaan.
Implikasi Hukum dan Etika AI: MUI Kecam Video AI “hari Pertama di Neraka”
MUI menegaskan bahwa menodai agama adalah pelanggaran hukum di Indonesia, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan tentang penistaan agama. Utang Ranuwijaya menyebut pembuat video bisa dijerat pasal terkait, meski hingga kini identitas pembuat belum terungkap. Kasus ini juga memunculkan diskusi tentang etika penggunaan AI. Teknologi seperti Veo memungkinkan kreasi visual realistis, tetapi tanpa batasan moral, dapat menyinggung keyakinan jutaan orang. Para ahli menekankan perlunya pedoman etika dalam pengembangan konten AI, terutama yang menyentuh isu agama, untuk mencegah dampak negatif pada harmoni sosial. Kebebasan berekspresi, menurut MUI, harus sejalan dengan Pancasila, yang menjunjung penghormatan terhadap agama.
Dampak Sosial dan Langkah ke Depan
Kontroversi ini memperlihatkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kreativitas digital dan sensitivitas keagamaan di Indonesia. Video “Hari Pertama di Neraka” tidak hanya memicu kemarahan, tetapi juga refleksi tentang rendahnya literasi agama di kalangan pembuat konten. MUI dan tokoh agama mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dalam mengonsumsi konten digital dan meningkatkan pemahaman akidah. Pemerintah diminta memperketat pengawasan konten media sosial yang berpotensi menyinggung agama. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi pengembang AI global untuk mempertimbangkan nilai budaya dan agama dalam teknologi mereka, terutama di negara beragam seperti Indonesia.
Kesimpulan: MUI Kecam Video AI “hari Pertama di Neraka”
Video AI “Hari Pertama di Neraka” telah memicu kontroversi besar di Indonesia dan Malaysia hingga 8 Juni 2025, dengan MUI mengecamnya sebagai konten yang menyesatkan dan menodai agama. Penggambaran neraka sebagai tempat jenaka, lengkap dengan narasi santai, bertentangan dengan ajaran Islam yang menegaskan kesakralan akhirat. Kecaman dari Utang Ranuwijaya, Azhar Idrus, dan warganet menunjukkan sensitivitas masyarakat terhadap isu akidah. Kasus ini menggarisbawahi perlunya etika dalam penggunaan teknologi AI dan pengawasan ketat terhadap konten sensitif. Dengan proses hukum yang diusulkan dan imbauan untuk menjaga kemuliaan agama, kontroversi ini menjadi pelajaran penting tentang batas kreativitas di era digital, demi menjaga harmoni dan nilai-nilai spiritual masyarakat.