450.000 Warga Gaza Ngungsi Usai Serangan Israel

450-000-warga-gaza-ngungsi-usai-serangan-israel

450.000 Warga Gaza Ngungsi Usai Serangan Israel. Konflik di Gaza kembali memanas di akhir Agustus 2025, dengan laporan bahwa sekitar 450.000 warga sipil terpaksa mengungsi dari Gaza City akibat serangan intensif Israel. Angka ini, yang dikonfirmasi oleh pejabat militer Israel, mencerminkan gelombang pengungsian terbesar sejak awal operasi darat baru di wilayah utara tersebut. Warga, yang mayoritas sudah mengalami perpindahan berulang sejak Oktober 2023, kini berbondong-bondong ke selatan melalui jalan pantai yang padat, membawa barang seadanya di tengah bom dan tembakan artileri. Ini bukan sekadar statistik; ini cerita tentang keluarga yang terpisah, anak-anak yang kehilangan rumah, dan harapan yang kian tipis di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk. Di tengah tekanan internasional, termasuk laporan PBB yang menyoroti pelanggaran hukum humaniter, pengungsian massal ini jadi pengingat betapa rapuhnya kehidupan di Gaza. Apa yang mendorong gelombang ini, dan apakah tempat baru mereka aman? Mari kita kupas fakta-fakta di balik tragedi yang terus bergulir. BERITA VOLI

Kapan 450.000 Warga Ini Melakukan Pengungsian

Pengungsian massal ini dimulai sejak akhir Agustus 2025, tepat setelah Israel meluncurkan operasi darat baru di Gaza City yang disebut sebagai “benteng Hamas.” Pada 20 Agustus, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengumumkan “Gideon’s Chariots II,” operasi untuk merebut kembali wilayah utara Gaza, yang memicu evakuasi darurat. Dalam 72 jam pertama, sekitar 60.000 warga meninggalkan rumah mereka, menurut data PBB, tapi angka itu melonjak cepat menjadi 450.000 pada akhir September—sekitar 80 persen populasi Gaza City yang sempat mencapai satu juta jiwa.

Warga bergerak ke selatan melalui Koridor Netzarim dan jalan pantai, sering berjalan kaki lebih dari 15 kilometer di bawah terik matahari, sambil membawa kereta dorong berisi pakaian dan makanan seadanya. Laporan dari saksi mata menggambarkan pemandangan mengerikan: ribuan orang, termasuk lansia dan anak-anak, berdesak-desakan di tengah ledakan roket dan drone pengawas Israel. Pada 19 September, militer Israel mengonfirmasi bahwa 480.000 orang telah melarikan diri sejak akhir Agustus, dengan ratusan ribu lainnya terjebak di zona “aman” sementara yang tiba-tiba berubah jadi target. Pengungsian ini bukan yang pertama; sejak Oktober 2023, lebih dari 1,9 juta warga Gaza—90 persen populasi—sudah dipindahkan berulang kali, tapi skala kali ini paling masif, memaksa banyak keluarga tinggalkan tenda sementara di kamp-kamp pengungsi.

Apa yang Membuat Israel Tiba-tiba Kembali Menyerang Gaza: 450.000 Warga Gaza Ngungsi Usai Serangan Israel

Serangan Israel yang tiba-tiba ini dipicu oleh serangkaian insiden keamanan yang memburuk sejak akhir Agustus 2025, termasuk bom pinggir jalan di Rafah yang tewaskan empat tentara Israel pada 18 September—insiden pertama sejak gencatan senjata singkat Januari 2025. Pejabat militer Israel sebut Gaza City sebagai “benteng Hamas,” dengan laporan intelijen bahwa kelompok itu bangun terowongan baru dan kumpulkan senjata di kawasan padat penduduk. Operasi “Gideon’s Chariots II” disetujui Menteri Pertahanan Israel Katz pada 20 Agustus, dengan tujuan merebut kembali wilayah utara yang sempat ditinggalkan pasca-gencatan senjata, sambil tekan Hamas untuk bebaskan sandera yang tersisa.

Latar belakangnya lebih luas: sejak Oktober 2023, konflik telah tewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina dan 1.200 warga Israel, dengan tuduhan saling pelanggaran. Israel klaim operasi ini “proporsional” untuk hancurkan infrastruktur Hamas, tapi kritik internasional, termasuk dari PBB, sebut ini upaya paksa evakuasi massal. Pada 13 September, serangan udara harian tewaskan 62 orang di Gaza, termasuk delapan di Jabalia, memicu gelombang baru pengungsian. Gallant bilang, “Kami tak beri pilihan lain selain evakuasi untuk lindungi warga sipil,” tapi laporan saksi mata tunjukkan banyak yang tewas saat berusaha lari. Ini serangan “tak terduga” karena datang setelah bulan relatif tenang, tapi bagi warga Gaza, itu kelanjutan pola yang sama: serangan mendadak untuk kendali wilayah.

Apakah Tempat Pengungsian Gaza yang Baru Ini Aman Untuk Ditempati

Tempat pengungsian baru di selatan Gaza, seperti al-Mawasi dan Khan Younis, tak aman sama sekali—malah jadi zona berisiko tinggi. Al-Mawasi, yang ditetapkan Israel sebagai “zona humaniter,” sudah overcrowded dengan jutaan pengungsi sejak 2023, tapi serangan baru-baru ini tewaskan lima orang di sana saat antre bantuan makanan. Laporan PBB sebut 93 persen sekolah hancur, dan 1.000 serangan ke fasilitas kesehatan sejak 2023 bikin akses medis minim—WHO konfirmasi tak ada rumah sakit fungsional di Rafah.

Warga seperti Nivin Ahmed, yang jalan 15 km ke Deir el-Balah dengan tujuh anggota keluarga, cerita kelelahan ekstrem dan ancaman bom. IPC peringatkan kelaparan di utara Gaza sejak Agustus 2024, dengan 1,95 juta orang di ambang bencana makanan. Pengungsian ini langgar prinsip hukum internasional, kata Human Rights Watch, karena Israel serang rute evakuasi dan kamp sementara—seperti bom di restoran Gaza City yang tewaskan puluhan. UNICEF sebut tak ada tempat aman untuk anak-anak, dengan 700.000 di antaranya terdampak. Singkatnya, selatan Gaza bukan pelarian; itu jebakan kemanusiaan dengan polusi tanah, air, dan udara yang memburuk.

Kesimpulan: 450.000 Warga Gaza Ngungsi Usai Serangan Israel

Pengungsian 450.000 warga Gaza sejak akhir Agustus 2025 jadi babak tragis baru dalam konflik yang tak kunjung usai, dipicu operasi Israel untuk hancurkan Hamas di Gaza City. Warga lari ke selatan di tengah bom dan kelaparan, tapi tempat baru mereka penuh risiko—dari serangan mendadak hingga krisis makanan yang membunuh diam-diam. Ini bukan solusi; ini siklus penderitaan yang butuh intervensi global segera. Bagi dunia, saatnya tekanan nyata untuk gencatan senjata—agar Gaza bukan lagi neraka pengungsi. Warga Gaza pantas aman, bukan lari terus-menerus.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *