Presiden Suriah Minta Putin Untuk Serahkan Assad

presiden-suriah-minta-putin-untuk-serahkan-assad

Presiden Suriah Minta Putin Untuk Serahkan Assad. Dalam perkembangan mengejutkan yang mengguncang dinamika Timur Tengah, Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, dijadwalkan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow pada Rabu, 16 Oktober 2025. Pertemuan ini bukan sekadar diplomasi biasa; al-Sharaa akan secara resmi meminta Rusia menyerahkan mantan Presiden Bashar al-Assad, yang kini tinggal di pengasingan di Moskow, untuk diadili atas dugaan kejahatan terhadap rakyat Suriah. Langkah ini datang kurang dari sebulan setelah jatuhnya rezim Assad akibat pemberontakan cepat yang dipimpin kelompok Islamis, menandai akhir era 24 tahun kekuasaannya. Bagi al-Sharaa, yang naik jadi pemimpin transisi, ini ujian pertama dengan sekutu lama Assad—Rusia, yang pernah dukung rezim itu secara militer. Euforia rakyat Suriah campur ketegangan global; pertemuan ini bisa ubah peta kekuasaan di Damaskus, sambil ingatkan betapa rumitnya transisi pasca-diktator. BERITA TERKINI

Latar Belakang Jatuhnya Assad dan Naiknya al-Sharaa: Presiden Suriah Minta Putin Untuk Serahkan Assad

Jatuhnya Bashar al-Assad pada akhir September 2025 jadi babak baru dalam perang sipil Suriah yang sudah 14 tahun berlangsung. Pemberontakan kilat dari kelompok pemberontak Islamis, dipimpin al-Sharaa—mantan pemimpin faksi HTS—lemparkan rezim Assad dalam seminggu, tanpa perlawanan signifikan dari militer. Assad kabur ke Moskow dengan keluarganya, di mana Rusia beri suaka politik sebagai balasan atas dukungan lama Damaskus. Al-Sharaa, berusia 44 tahun, langsung deklarasikan diri presiden sementara, janji transisi damai dan tuntutan keadilan. Sejak itu, ia stabilkan Damaskus dengan janji amnesti bagi tentara Assad yang menyerah, sambil bentuk pemerintahan inklusif. Permintaannya ke Putin tak datang tiba-tiba: kontak awal dengan pejabat Rusia sudah sebut tuntutan ekstradisi Assad untuk diadili atas kejahatan perang, termasuk serangan kimia dan pengeboman sipil. Ini langkah berani, karena Rusia pernah investasikan miliaran dolar di pangkalan militer Tartus dan Hmeimim, yang kini jadi taruhan negosiasi.

Implikasi Permintaan Ekstradisi Assad: Presiden Suriah Minta Putin Untuk Serahkan Assad

Permintaan al-Sharaa untuk serahkan Assad jadi pukulan emosional bagi rakyat Suriah yang haus keadilan setelah dekade penderitaan. Assad dituduh atas ribuan kematian sipil, termasuk penggunaan senjata kimia di Ghouta 2013 dan pengeboman Aleppo 2016—kejahatan yang didokumentasikan PBB. Ekstradisi bisa buka pengadilan khusus di Damaskus, mirip pengadilan Nuremberg pasca-Perang Dunia II, dengan saksi dari pengungsi Suriah di Turki dan Eropa. Tapi tantangannya besar: Rusia anggap Assad sekutu strategis, dan Putin pernah sebut ia “tamu kehormatan”. Jika tolak, ini picu sanksi baru dari Barat, yang sudah angkat embargo senjata untuk Suriah transisi. Al-Sharaa main pintar: ia tawarkan jaminan Rusia pertahankan pangkalan militer sebagai ganti, plus akses minyak Suriah. Bagi Putin, ini dilema—dukung al-Sharaa berarti akui kegagalan dukung Assad, tapi tolak bisa isolasi Rusia di Timur Tengah, di mana Iran dan Turki sudah dekati pemimpin baru Damaskus.

Reaksi Internasional dan Harapan Transisi

Reaksi dunia campur aduk: AS dan UE dukung tuntutan al-Sharaa, sebut ini “langkah berani menuju rekonsiliasi”, sambil janji bantuan rekonstruksi senilai miliaran dolar. Turki, sekutu dekat al-Sharaa, tekan Rusia agar patuh, ancam tutup perbatasan jika Assad lindungi. Sementara itu, China dan Iran ragu—mereka khawatir transisi Islamis al-Sharaa ganggu investasi mereka. Di Suriah, demonstrasi di Damaskus dan Idlib tuntut keadilan cepat, dengan spanduk “Serahkan Assad atau tidak ada perdamaian”. Al-Sharaa, yang janji bentuk parlemen sementara dalam tiga bulan, lihat pertemuan ini sebagai tes kredibilitas: sukses ekstradisi bisa stabilkan pemerintahannya, gagal picu perpecahan internal. Putin, yang hadapi tekanan domestik dari perang Ukraina, kemungkinan pakai ini untuk negosiasi lebih luas—mungkin imunitas bagi pejabat Assad rendah sebagai ganti. Secara keseluruhan, ini momen krusial: transisi Suriah bisa jadi model damai, atau jebakan konflik baru.

Kesimpulan

Permintaan Ahmed al-Sharaa ke Vladimir Putin untuk serahkan Bashar al-Assad jadi garis tipis antara keadilan dan diplomasi, di mana masa lalu Suriah benturkan dengan masa depan. Pertemuan Moskow nanti bukan cuma soal satu orang; ia tentang rekonsiliasi bangsa yang retak. Al-Sharaa ambil risiko besar, tapi jika sukses, Suriah bisa bangkit dari abu perang sipilnya. Bagi dunia, ini pengingat bahwa diktator tak abadi—dan keadilan, meski lambat, tetap datang. Rakyat Suriah tunggu jawaban Putin: serahkan atau lindungi? Jawaban itu tentukan apakah Damaskus jadi kota harapan, atau bayang-bayang lama.

 

BACA SELENGKAPNYA DI..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *