3 Santri Terkena Bully dan Kabur dari Ponpes

3-santri-terkena-bully-dan-kabur-dari-ponpes

3 Santri Terkena Bully dan Kabur dari Ponpes. Isi terjadinya perundungan atau pembullyan di kawan lingkungan pendidikan, termasuk juga dengan pondok pesantren, kembali viral. Baru-baru ini, tiga santri di Jombang, Jawa Timur, nekat kabur dari pondok pesantren tempat mereka belajar karena tak tahan menghadapi perundungan dari kakak kelas. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus bullying yang meresahkan di institusi pendidikan keagamaan. Meski pihak pesantren membantah adanya bullying dan menyebut motif lain di balik kaburnya santri, peristiwa ini tetap menyisakan pertanyaan besar tentang keamanan dan kenyamanan lingkungan belajar di pesantren. BERITA LAINNYA

Siapakah Ketiga Santri Tersebut?
Ketiga santri yang kabur berinisial AFH (12 tahun) dan AH (10 tahun), berasal dari Kecamatan Wonosalam, Jombang, serta MK (12 tahun) dari Kecamatan Sooko, Mojokerto. Mereka adalah siswa sekolah dasar yang juga mondok di Pondok Pesantren Al Mubarok, Sumobito, Jombang. Pada Selasa pagi, 22 Juli 2025, ketiganya memutuskan untuk meninggalkan pesantren tanpa izin. Aksi mereka terdeteksi oleh warga sekitar yang curiga dengan gerak-gerik mereka. Petugas pemadam kebakaran (damkar) Mojoagung akhirnya menemukan mereka di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Mojoagung saat menaiki becak. Ketiga santri ini kemudian diamankan dan diberikan pembinaan sebelum dikembalikan ke pesantren.

Kenapa Santri Tersebut Bisa Dibully?
Menurut pengakuan awal ketiga santri, mereka sering mengalami perundungan dari kakak kelas. Mereka mengaku kerap disuruh-suruh dan dipukuli jika menolak perintah. Namun, pihak pesantren membantah keras tuduhan ini. Ketua pengurus pesantren, Sulton Haikal, menyatakan bahwa kaburnya santri bukan karena bullying, melainkan karena masalah utang sebesar Rp45.000 yang dimiliki salah satu santri untuk membeli layang-layang. Utang ini ditagih oleh teman sekolah mereka di luar lingkungan pesantren, sehingga memicu ketakutan dan keputusan untuk kabur. Meski begitu, dinamika senioritas dan tekanan sosial di lingkungan pesantren sering kali menjadi pemicu bullying. Kurangnya pengawasan ketat dari pengelola pesantren juga dapat memperparah situasi, terutama jika tidak ada mekanisme pelaporan yang jelas bagi santri yang merasa tertekan.

Langkah yang Harus Diambil oleh Pemerintah Agar Kejadian Ini Tidak Terulang
Pemerintah, melalui Kementerian Agama dan kepolisian, perlu mengambil langkah tegas untuk mencegah kasus serupa. Pertama, pengawasan terhadap pesantren harus diperketat, terutama yang belum memiliki izin operasional. Standar pengelolaan pesantren, termasuk mekanisme pengaduan bullying, harus ditegakkan. Kedua, pelatihan bagi pengasuh dan guru pesantren perlu digalakkan untuk mendeteksi dan menangani perundungan. Ketiga, pemerintah dapat mendorong kurikulum anti-bullying yang mengedepankan nilai-nilai empati dan toleransi. Selain itu, kerja sama dengan kepolisian untuk memberikan edukasi keselamatan dan perlindungan anak di pesantren juga penting. Terakhir, pemberian sanksi tegas bagi pelaku bullying, termasuk yang melibatkan kekerasan fisik, harus ditegakkan untuk memberikan efek jera.

Kesimpulan: 3 Santri Terkena Bully dan Kabur dari Ponpes
Kasus dari kaburnya tiga santri dari Pondok pesantren Al Mubarak yang ebrlokasi di Jombang ini menjadi pengingat kita bahwa bullying masih menjadi ancaman yang sangat serius di lingkungan sekolah, maupun pesantren. Meski terdapat perbedaan keterangan antara santri dan pengelola pesantren, peristiwa ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap kesejahteraan psikologis dan keamanan santri. Pemerintah, pengelola pesantren, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Dengan pengawasan yang lebih baik dan pendekatan preventif, diharapkan kasus serupa tidak lagi terulang di masa depan.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *